Buku – {The Secret of The Immortal Nicholas Flamel} The Alchemyst

Cerita dengan genre fantasi selalu menempati ruang tersendiri untukku. Hal-hal ajaib, magis, dan tak dapat dibayangkan selalu terasa berbeda jika aku pikir. Mungkin itu sebabnya aku menyukai buku yang aku baca kali ini.

The Alchemyst dari serial {The Secret of The Immortal Nicholas Flamel} adalah salah satu novel fiksi terjemahan yang pertama kali aku baca. Novel ini punya masku sebenarnya tapi sempat aku pinjam baca. Sekarang aku tak tahu novelnya ada di mana jadinya ketika ada informasi jika novelnya kena cetak ulang aku beli novel ini.

Kali pertama aku baca ini bisa dibilang belasan tahun yang lalu. Aku tak terlalu ingat alurnya, mungkin bisa dibilang cuma ingat sepintas-sepintas. Namun, ketika membaca lagi aku makin suka dengan serial satu ini.

Tentang Novel The Alchemyst

Buku – The Alchemyst
The Alchemyst dari Penerbit Qantara.

Novel The Alchemyst peratma kali terbit pada tahun 2007 buku ini merupakan pembuka dari serial The Secret of The Immortal Nicholas Flamel. Penulisnya adalah Michael Scott.

Penerbit Qantara mencetak ulang versi terbarunya. Cetakan pertama terbit pada bulan Juli tahun 2022. Terjemah bahasa Indonesia dari novel ini digarap oleh Berliani M. Nugraheni. Total semua halaman di buku ini ada 503, sedangkan jumlah babnya ada 41 bab. 

Perjalananku Selama Membaca

Karena masa kecilku di tahun 2000-an aku benar-benar bisa relate sama latar cerita ini. Perkembangan teknologi dan beberapa hal rasanya tak asing karena memang latar ceritanya di tahun itu. Bahkan selama baca aku jadi merasa kayak nostalgia mendengar beberapa hal yang lama tak aku dengar.

Tempo ceritanya pelan, tidak tergesa-tergesa. Belum lagi ada transisi antara sudut pandangan orang ketiga di sini yang beragam, tak cuma dari Josh dan Sophie. Kadang ada sudut pandangan dari tokoh lain baik itu yang baik maupun yang jahat.

Penggambaran yang paling berkesan bagiku adalah cara bagaimana sihir dan magis di sijelaskan. Sihir di sini tak digambarkan sebatas mantra dan percikan cahaya. Sihir di sini digambarkan dengan lebih cantik mulai dari visual warna, bau, dan sensasinya.

Sihir di sini ada beragam, tak cuma dijelaskan sihir alias magic. Ada juga necromancy yang dijelaskan di sini di beberapa bagian. Aku rasa beberapa hal lain akan dikulik lebih jauh seiring serial ini aku baca nanti. Walaupun buku ini judulnya The Alchemyst di sini kesan alkimia belum kerasa sih. Mungkin karena di sini lebih fokus ke sosok Nicholas Flamel si legenda yang jadi pembuka dari kisah ini.

Tak cuma penggambaran sihir di sini yang cantik bagiku. Cara makhluk-makhluk fantasi yang mistis di sini digambarkan dengan kesan yang aku suka. Karena makhluk dari beberapa legenda ada di sini, tak melulu semuanya dapat berubah menjadi manusia. Bentuk mereka masih dominan bentuk hewannya walaupun di wujud humanoid.

Walaupun tempo ceritanya lamban tapi selama baca aku merasa intens. Kayak adegan-adegan aksi dan petarungan dengan sihir yang terasa ajaib dan indah dibayangkan tapi mencekan juga. Rasanya jadi intens dan padat gitu menurutku.

Tak cuma latas belakang dan world building dari serial ini yang aku suka. Penggambaran karakter di sini menurutku pas. Karakter sentral di sini yaitu Nicholas Flamel bisa aku bayangkan penampilannya seperti apa. Dia mungkin om-om keren yang update dengan hal baru, tegas, dan bijak walaupun tidak sepenuhnya bijak kalau aku pikir ulang.

Mungkin bintang di karakter utama di sini adalah dua tokoh kembar novel ini. Josh dan Sophie benar-benar digambarkan seperti remaja pada umumnya. Remaja dengan semangat menggebu, rasa penasaran tinggi, dan penakut. Kayak mereka relate banget seperti remaja umumnya.

Aku pribadi lebih suka bagaimana karakter Josh dijelaskan di sini. Dia skeptis dengan hal yang dialami tiba-tiba. Kesannya itu kayak logis banget gak sih apa yang dia pikirin itu? Rasanya mustahil dari remaja yang part time biasa tau-tau terseret masalah berkait sihir, magis, dan makhluk-makhluk legenda. Tentunya pasti akan disangkal kuat-kuat walaupun perlahan bisa menerima tapi bayangan skeptisnya tentang apa yang terjadi masih gak hilang.

Karakternya juga tengil khas remaja laki-laki menurutku. Dia banyak kena banyak hal tak terduga dari rasa tengilnya. Walaupun agak menyebalkan kadang tapi rasa sayangnya dan pedulinya dengan kembarannya, Sophie, bisa benar-benar kerasa bagiku.

Bagian penutup novel ini ditutup dengan rapi. Menjawab beberapa hal yang jadi tanya tapi masih menyisakan pertanyaan untuk dikulik lebih jauh nanti. Buku pertamanya ditutup dengan memuaskan dan jadi pembuka yang cocok untuk buku kedua serial ini.

Kalimat Yang Berkesan

Aku tak bisa memilih bab berkesan dari novel ini. Jadi, mari kita lompati bagian bab berkesan dan beralih ke kalimat yang berkesan. Di sini terjemah bahasa Indonesianya oke banget walaupun aku kadang merasa kayak agak gimana gitu. Mungkin ini soalnya agak beda sebab aku pernah baca versi penerbit yang berbeda. Namun, percaya deh masih oke banget kok gaya bahasanya.

Kalimat yang paling berkesan malah bukan dialog yang penting. Aku malah suka kalimat yang diucapkan untuk mengakhiri buku ini.

Buku – The Alchemyst
Kalimat yang berkesan bagiku dari The Alchemyst.

"Sebaliknya, semua ini baru dimulai."

Perenelle Flamel dalam The Alchemyst.

Kalimat yang diucapkan Perenelle itu benar-benar kalimat terakhir di bab terakhir buku The Alchemyst. Entah kenapa kalimat itu malah berkesan dan kayak beri kesan ke aku, oh bener-bener banget astaga! Sebuah kalimat penutup yang benar-benar apik bagiku pribadi.

Mungkin, itu yang bisa aku bagikan dari perjalanan bacaku kali ini. Aku harap semoga bisa dapat buku keduanya segera deh. Gemas rasanya mau tahu kelanjutan dari kisah Josh, Sophie, dan Nicholas Flamel bakal jadi apa setelah hal-hal yang mereka lalui di buku pertama ini.

restyu, [utas: ini], 170523.

Posting Komentar